Rabu, 25 April 2012

Laporan Praktikum Derajat Kerut Tanah


LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR – DASAR ILMU TANAH
ACARA III
DERAJAT KERUT TANAH



 









OLEH :
DEDE YUDO KURNIAWAN
A1L011043
ASISTEN :
1.       RATRI NOORHIDAYATI
2.       SEPTIA LINDA NURVITA
3.       SOFFA
4.       NOVA MARGARETH


KEMENTERIAN PENDIDKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2012




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Secara fisik tanah mineral merupakan campuran dari bahan anorganik, organik,udara dan air. Bahan anorganik secara garis besar dibagi atas golongan fraksi tanah yaitu :
1. Pasir (0,05 mm – 2,00 mm)
Tidak plastis dan tidak liat, daya menahan air rendah, ukuran yang besar menyebabkan ruang pori makro lebih banyak, perkolasi cepat, sehingga aerasi dan drainase tanah pasir relative baik. Partikel pasir ini berbentuk bulat dan tidak lekat satu sama lain.
2. Debu (0,002 mm – 0,005 mm)
Merupakn pasir mikro. Tanah keringnya menggumpal tetapi mudah pecah jika basah, empuk dan menepung. Fraksi debu mempunyai sedikit sifat plastis dan kohesi yang cukup baik.
3. Liat (<0,002 mm)
Berbentuk lempeng, punya sifat lekat yang tinggi sehingga bila dibasahi amat lengket dan sangat plastis, sifat mengmbang dan mengkerut yang besar. Bila kering menciut dan banyak menyerap energi panas, bila dibasahi terjadi pengembangan volume dan terjadi pelepasan panas yang disebut sebagai panas pembasahan ( heat of wetting ).
Tanah yang banyak mengandung pasir akan mempunyai tekstur yang kasar, mudah untuk diolah, mudah merembeskan air dan disebut sebagai tanah ringan. Sebaliknya tanah yang mengandung banyak liat akan sulit meloloskan air, aerasi jelek, lengket, sulit dalam pengolahanya sehingga disebut tanah berat.
Berat ringannya tanah akan menentukan besarnya derajat kerut tanah. Semakin tinggi kandungan liat, semakin besar derajat kerut tanah. Selain itu, bahan organik tanah berpengaruh sebaliknya. Semakin tinggi kandungan bahan organik tanah maka derajat kerut tanah makin kecil.

B.     Tujuan
Untuk mengetahui besarnya derajat kerut tanah dari beberapa jenis tanah dan membandingkan besarnya derajat kerut anatar jenis tanah yang diamati.









BAB II
METODE KERJA
A.    Alat dan Bahan
Contoh tanah halus (<0,5 mm ), botol semprot, air, cawan porselin, colet, cawan dakhil, jangka sorong dan serbet/lap pembersih.

B.     Cara Kerja
1.      Tanah halus diambil secukupnya, dimasukkan ke dalam cawan porselin, ditambah air dengan mengunakan botol semprot, lalu diaduk secara merata dengan colet sampai pasta tanah menjadi homogen.
2.      Pasta tanah yang sudah homogen tadi dimasukkan ke dalam cawan dakhil yang telah diameternya dengan menggunakan jangka sorong ( diameter awal ).
3.      Cawan dakhil yang telah berisi pasta tanah tersebut dijemur dibawah terik matahari, kemudian dilakukan pengukuran besarnya pengkerutan setiap 2 jam sekali sampai diameternya konstan ( diameter akhir ).















BAB III
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan
No.
Jenis tanah
Percobaan ke
                             1              2                  3             4
1.
Ultisol
Ǿ1
50,2
50,2
49,2
49,1
Ǿ2
50,2
49,3
49,1
49,1
X
50,2
49,75
49,15
49,1
2.
Entisol
Ǿ1
51,1
51,1
51,1
49,7
Ǿ2
51,1
51,1
49,5
49,5
X
51,1
51,1
50,3
49,6
3.
Andisol
Ǿ1
55,9
55
54,9

Ǿ2
55,9
55
52,2

X
55,9
55
53,55

4.
Inseptisol
Ǿ1
52,7
52,4
52,2
48,8
Ǿ2
52,8
51,5
51,1
48,56
X
52,75
51,95
51,65
48,72
5.
Vertisol
Ǿ1
42,5
38,5
38,1
38,1
Ǿ2
39,6
39,6
37,8
37,15
X
41,875
39,05
37,95
37,62













Derjat kerut tanah vertisol  =
                                            =
                                                  =
                                            = 0,1035 x 100%
                                                 = 10,35 %
Derajat kerut tanah inseptisol =  
                                            =
                                                  =
                                            = 0,0921 x 100%
                                                 = 9,21 %

Derajat kerut tanah ultisol =
                                            =
                                                  =
                                            = 0,0219 x 100%
                                                 = 2,19 %
Derajat kerut tanah entisol =
                                            =
                                                  =
                                            = 0,0273 x 100%
                                                 = 2,73 %















B.     Pembahasan
Susunan mekanika tanah merujuk pada ukuran, bentuk, kerapatan dan kimiawi zarah tunggal komponen padat mineral (Kohke, 1968).
Secara kasaran, zarah mineral tanah dapat dipilah menjadi 3 kategori. Yang  berdiameter lebih besar daripada 2 cm disebut batu, berdiameter antara 2 cm dan 2 mm disebut krikil, dan berdiameter lebih kecil daripada 2 mm disebut bahan tanah halus (Kohke, 1968).
Dalam analisis agihan besar zarah, bahan tanah halus dipisahkan lebih lanjut menjadi tiga fraksi utama pasir, debu (lanau), dan lempung. Fraksi tanah ialah sekelompok zarah tanah yang berukuran diantara batas-batas tertentu (Notohadiprawiro, 1998).
Butiran pasir terdiri dari kuarsa, pecahan felspar, mika dan kadang juga sirkon, turmalin dan horn blende (Poerwowidodo, 1991).
Butiran pasir mempunyai matra kurang lebih seragam dan mempunyai bentuk membulat walaupun permukaan luarnya tidak selalu halus, serta mempunyai jenjang kekasaran tertentu yang terkait erat dengan keabrasifanya.
Pisahan debu terdiri dari kumpulan zarah berukuran garis tengah antara pisahan lempung dan pisahan pasir. Secara meneralogis dan fisis, zarah debu in I mendekati zarah pasir, hanya berukuran lebih kecil dan luas permukaan per satuan massa yang lebih besar, serta seringkali terlapisi lempung yang terjerap kuat. Pada kasus tertentu zarah debu memperlihatkan perangai fisiko kimiawi lempung (Purwowidodo, 1991).
Pisahan lempung dibedakan secara mineralogis dari pisahan debu oleh karena lebih dirajai oleh pelikan – pelikan hasil pelapukan dan tidak dijumpai pada batuan yang tidak lapuk. Pisahan lempung lebih tanah pelapukan lanjut daripada pelikan dalam batuan dan lebih menunjukkan watak fisis dan kimiawi pisahan lempung. Pisahan lempung dengan ukuran zarah < 2 mikron, merupakan pisahan koloid. Pelikan ini jarang dijumpai dalam bentuk zarah berukuran > 2 mikron, dan umumnya dijumpai dengan ukuran < 2 mikron. Pisahan lempung kasar, terutama berukuran > 0.5 mikron, dapat mengandung sejumlah kuarsa, dan kadang mika, sedangkan pisahan lempung ukuran < 0.1 mikron, hampir seluruhnya terdiri dari pelican lempung atau hasil pelapukan lain (Poerwowidodo, 1991).
Berbagai macam ukuran,tekstur dan srtuktur yang telah disebutkan diatas, sangat mempengaruhi derajat kembang atau mengkerutnya tanah.
Dipandang dari segi fisika, tanah mineral merupakan campuran yang terbentuk dari butir-butir anorganik, rapuhan bahan organik, udara dan air. Pecahan mineral yang lebih besar biasanya terdapat di dalamnya dan dilapisi seluruhnya oleh koloida, dan bahan lain yang sudah menjadi halus. Kadang-kadang butir-butir mineral yang lebih besar menguasai dan menjadikan tanah berkerikil atau berpasir. Dapat juga terjadi sebagian terbesar koloida anorganik; dalam hal ini tanah akan berciri lempung (Soegiman, 1982).
Beberapa tanah mempunyai sifat mengembang (bila basah) dan mengerut (bila kering). Akibatnya pada musim kering karena tanah mengerut maka menjadi pecah-pecah. Sifat mengembang dan mengerutnya tanah disebabkan oleh kandungan mineral liat montmorillonit yang tinggi.
Tanah ringan adalah tanah yang banyak mengandung pasir, mudah untuk diolah dan mudah merembeskan air. Tanah berat adalah tanah yang banyak mengandung liat, sulit untuk diolah, tidak mudah meloloskan air dan lengket.
Faktor yang mempengaruhi derajat kerut tanah adalah : bahan organik, berat ringanya tanah, kandungan liat.

Dari hasil praktikum yang dilakukan diperoleh data untuk derajat kerut vertisol dengan menggunakan rumus :

            Derjat kerut tanah vertisol  =
                                                        =
                                                        =
                                                       = 0,1035 x 100%
                                                       = 10,35 %
Tanah vertisol mempunya derajat kerut paling besar diantara semua jenis tanah yang digunakan untuk praktikum. Hal tersebut disababkan oleh beberapa faktor, yaitu berat ringannya tanah akan menentukan derajat kerut tanah. Semakin tinggi kandungan liat, semakin besar derajat kerut tanah. Selain itu, bahan orgaik tana berpengaruh sebaliknya. Semakin tinggi kandungan bahan organik tanah, maka derajat kerut tanah semakin kecil. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau dengan kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi dari pada  tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir. Jenis-jenis mineral liat juga menentuka besarnya KTK tanah (Hakim,dkk,1986).
Pada umumnya  Vertisol juga defisiensi P. Setelah N, unsure P merupakan pembatas hara terbesar pada Vertisol. Kekurangan unsure P jika kandungan P kurang dari 5 ppm. Ini berpengaruh pada pemupukan P yang cukup kecil jika produksi tanaman pada musim berikutnya rendah. P menjadi nyata jika tanaman yang tumbuh pada kondisi irigasi yang baik, jika produksinya tinggi maka dianjurkan untuk mencoba menambah pemakaian pupuk N (Munir, 1996).









BAB IV
KESIMPULAN

Dari praktikum yang dilakukan diperoleh kesimpulan :
1.      Sifat – sifat tanah dapat diketahui dengan menghitung derajat kerut tanah.
2.      Tanah vertisol mempunyai derajat kerut tanah terbesar yaitu 10,35%.
3.      Kandungan liat dan bahan organik yang tinggi mempengaruhi besarnya derajat kerut tanah.
4.      Semakin rendahnya derajat kerut tanah semakin tinggi kandungan bahan organiknya.










                                                                           












DAFTAR PUSTAKA
Hakim, N. Et all. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung : Lampung.
Kohnke, H. 1968. Soil Physic. Tata Mc Graw- Hill Publishing. Company Ltd, Bombay.
Munir, M., 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. PT. Dunia Pusataka Jaya : Jakarta
Poerwowidodo. 1991. Genesa Tanah, Proses Genesa dan Morfologi. Fahutan. Institut Pertanian Bogor.
Soegiman. 1982 . Ilmu Tanah . Bhratara Karya Aksara, Jakarta