Rabu, 25 April 2012

Laporan penetapan angka atterberg


LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR – DASAR ILMU TANAH
ACARA V
PENETAPAN ANGKA ATTERBERG



 









OLEH :
DEDE YUDO KURNIAWAN
A1L011043
ASISTEN :
1.       RATRI NOORHIDAYATI
2.       SEPTIA LINDA NURVITA
3.       SOFFA
4.       NOVA MARGARETH


KEMENTERIAN PENDIDKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2012



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tanah adalah material bumi yang menjadi media tempat hidupnya organisme. Tanah digunakan sebagai tempat berpijak dan tumbuh. Tanaman adalah contoh makhluk hidup yang langsung berinteraksi dan bergantung hidup pada keadaan tanah. Secara umum, bagi tanaman tanah berfungsi untuk menopang tumbuh dan berdiri tegak tanaman itu sendiri. Selain itu, tanah berfungsi sebagai penyedia bahan makanan seperti unsur hara, mineral dan air. Tanah terbentuk secara alami melalui pelapukan bahan induk, seperti batu-batuan induk.
Ilmu yang pembelajarannya mengenai proses pembentukan tanah dan manfaatnya adalah pedologi. Sedangkan proses pembentukan tanah serta unsur-unsur yang mempengaruhinya disebut Pedogenesis. Unsur atau faktor yang mempengaruhi pembentukan tanah, antara lain; iklim, topografi, bahan induk, waktu dan jasad hidup. Bagian-bagian tanah antara lain lapisan-lapisan tanah yang terbentuk atau tingkatan tanah, profil tanah; yaitu topsoil (tanam tempat dimana organisme tumbuh dan berkembang), sobsoil (tanah muda yang masih dalam tahap perkembangan, dan bahan induk tanah).
Dalam tanah dikenal istilah kadar lengas tanah, yaitu kandungan kadar air dalam tanah yang akan dimanfaatkan oleh tanaman, kadar lengar ini dipengaruhi oleh besar kecilnya pori tanah. Tanah itu sendiri terdiri dari 3 fraksi, antara lain; pasir (fraksi yang paling kasar dan memiliki porimakro), debu (fraksi berukuran sedang), lempung (fraksi paling halus dan didominasi pori mikro). Apabila pori makro dominan maka derasenya baik sedangkan drainasenya buruk, dan sebaliknya. Tekstur geluh adalah tanah yang kadar ketiga fraksinya (pasir, debu, lempung) dalam keadaan seimbang. Tanah yang baik untuk tanaman adalah tanah dengan tekstur geluh dan berkomposisi; 20-30% air, 20-30% udara, 45% mineral dan 5% bahan organik.
B.     Tujuan
1.      Mengetahui batas cair ( BC )
2.      Mengetahui batas lekat ( BL )
3.      Mengetahui batas gulung ( BG )
4.      Mengetahui batas berubah warna ( BBW )






BAB II
METODE KERJA

A.    Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan meliputi : contoh tanah kering udara halus ( diameter 0,5 mm ), Casagrande, stop watch, colet/spatel, tmbangan analitik, botol semprot, lap/serbet, kertas label, lempeng kaca, oven, eksikator.
B.     Cara Kerja
1.      Batas Cair
a.       Menyiapkan alat Casagrande yang mempunyai tinggi jatuh 1 cm.
b.      Membuat pasta tanah basah  yang homogen secukupnya dengan cawan porselin.
c.       Latihan memutar alat Casagrande dengan kecepatan konstan 2x per detik.
d.      Memasukan pasta tanha yang telah dibuat di atas cawan Casagrande dan permukaannya diratakan dengan colet sampai setebal 1 cm. Kemudian dengan colet pembelah pasta tanah dibelah ditengahnya dengan gerakan tegak lurus pada bidang cawan. Hasilnya pada dasar cawan harus terlihat bagaian yang bersih dari tanah, lebar alur yang terjadi 2 mm.
e.       Alat Casagrande segera diputar dengan kecepatan konstan ( 2x per detik ). Amati sampai alur menutup selebar 1 cm, pemutaran dihentikan dan cata jumlah putaran yang diperlukan tadi.
f.       Setelah dapat diperoleh jumlah ketukan antara 10 – 40, ambil pasta tanah di sekitar alur yang menutup sebanyak kurang lebih 10 gram dan tetapkan kadar air tanahnya.
g.      Kerjakan untuk 4 ulangan drngan banyak ketukan diatas 25, dua ulangan dan dibawah 25 dua ulangan.
h.      Perhitungan :
1). Dengan rumus umum ( Cari titk tunggal )
Dari masing – masing data yang diperoleh, dimasukan pada rumus di bawah ini.
BC = KaN ( N/25 )0,121
Atau log BC = log KaN  +  0,121 ( log N – 25 )
                      = log Kan  + 0,121 log umum
KaN adalah kadar air pasta tanah pada N ketukan.

2.      Batas Lekat
a.       Ambil sista psata tanah pada acara BC, gumpalkan dalam tangan dan tuliskan colet kedalamnya sedalam 2,5 cm dengan kecepatan 1 cm perdetik. Dapat juga dijalankan drngsn menggumpalkan pada tanan
Ujung colet sepanjang 2,5 cm ada di dalamnya dan kemudian ditarik dengan kecepatan 0,5 detik.
b.      Perika permukaan colet bersih, tidak tanah kering , tanah suspensi tanah melekat, berarti masta tanah lebih basah dari BL.
c.       Tergantung dari hasil pemerikasaan dalam langkah ke -2, pasta tanah dibasahi atau dikurangi ketebalanaya dan  langkah ke – 1 diulang – ulang lagi sampai dicapai keadaan di permukaan colet di sebelah ujungnya melekat suspensi tanah seperti dempul sepanjang kira – kira 0,8 cm.
d.      Ambil tanah sekitar empat tusukan sebnayak kurang lebih 10 gram dan tetapkan kadar air tanahanya.
e.       Kerjakan untuk 2 ulangan.
f.       Perhitungan.
Dari kedua pengamatan tersebut, hitunglah kadar airnya. Ini merupakan kadar air batas lekat tanah.

3.      Batas Gulung
a.       Ambil pasta tanah kurang lebih 15 gram dan buat bentuk sosis atau pita tanah dengan cara menggulung – gulung di atas lempeng kaca dengan telapak tangan yang digerakan maju mundur tanpa ditekan. Pada waktu menggolek – golekan pasta tanah gerakan jari menjarang.
b.      Periksa tambang tanah yang terbentuk : 1) tidak menunjukan keretakan sewaktu mencapai tebal 3 mm. 2) sudah retak – retak pada diameter lebih dari 3 mm. Pada kejadian 1) pasta tanah lebih basah dari BG dan pada kejadian 2) pasta tanah lebih kering.
c.       Ulangi lagi sampai diperoleh tambang tanah yang retak pada diameter 3 mm. Ambil tambang tanah yang retak tersebut, masukan kedalam botol timbang untuk ditimbang kadar airnya, kerjakan untuk dua ulangan.
d.      Perhitungan.
Dari kedaua pengamatan tersebut hitunglah kadar airnya. Ini merupakan kadar air batas gulung tanah.

4.      Batas Berubah Warna
a.       Dengan colet pasta tanah diratakan tipis dari permukaaan licin mengkilat di atas permukaan papan kayu dan dibuat bentuk elips. Tebal bagian tengah 3 mm, makin ke tepi makin menipis.
b.      Letakkan pada tempat yang teduh dan diangin – anginkan, air akan menguap dan mulai dari tepi (bagian yang tipis) berjalan ke tengah.
c.       Setelah jalur yang kering pada bagian tepi mulai mengering selebar 0,5 cm dan 0,5 cm, ambil bagian yang terang (kering) 0,5 cm dan 0,5 cm bagian tanah berwarna gelap. Jadi diambil keseluruhan 1 cm dari tepi.
d.      Masukkan ke dalam botol timbang dan tetapkan kadar airnya. Kerjakan untuk dua ulangan.
Perhitungan.
Dari kedua pengamatan tersebut hitunglah kadar airnya. Ini merupakan kadar air batas berubah warna.
BAB III
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil Pengamatan
Jenis tanah Vertisol
1.      Batas Cair ( BC )
Ulangan
Ketukann ke-
Botol timbang kosong ( a gram )
a + Contoh tanah ( b gram )
b ( setelah dioven ) ( c gram )
KA %
Ka 1
< 25 = 22
22,4943
27,3035
25,2483
74,626 %
2
(10-25)=25
23,3607
28,5171
26,2847
75,88 %






Ka 3
>25 = 26
24,2684
30,1529
27,6258
75,478 %
4
( 10-25 ) = 28
22,3267
26,6471
24,7929
75,184 %







2.      Batas Lekat ( BL )
Ulangan
Botol timbang kosong (a)
a + contoh tanah ( b gram )
b ( setelah dioven )
1
22,4727
29,8331
27,1471




2
22,4278
29,1437
26,7013

3.      Batas Gulung ( BG )
Ulangan
Botol timbang kosong (a)
a + contoh tanah ( b gram )
b ( setelah dioven )
1
28,0291
28,4119
28,2843




2
23,4610
23,5628
23,5283

4.      Batas Berubah Warna ( BBW )
Ulangan
Botol timbang kosong (a)
a + contoh tanah ( b gram )
b ( setelah dioven )
1
22,1699
25,0497
24,30




2
22,4800
25,6182
24,81

                Perhitungan Batas Cair ( BC )
Log ∑ ketukan ( x )
Kadar Air ( y )
x.y
X2
Log 22 = 1,342
74,626
100,148
1,8
Log 25 = 1,397
75,88
106,004
1,951




Log 26 = 1,414
75,478
106,725
1,999
Log 28 = 1,447
75,791
108,791
2,093




∑ x = 5,6
∑ y = 301,168
∑ x.y = 421,668
∑ X2 = 7,843


1.
2.  =
3.
                 = 75,292-0,007
                 =75,285
4. b =
5. subtitusi b ke a ( b=0,005)
a = y – b(x)
  = 75,292 – (0,005).(1,4)
  = 75,292 – 0,007 = 75,285
6. persamaan reaksi                                        y = log 25 = 1,397    
y = a + b (x) →
x = nilai batas cair adalah 53,89

Perhitungan Batas Lekat

Kadar air tanah =
Percbaan ke – 1
Kadar air tanah =

                        =

                        = 57,461 %
Percobaan ke – 2
Kadar air tanah =

                        =

                        = 57,152 %
Rata – rata = =

Perhitungan Batas Gulung

Kadar air tanah =
Percbaan ke – 1
Kadar air tanah =

                        =

                        = 50 %
Percobaan ke – 2
Kadar air tanah =

                        =

                        = 51,263 %
Rata – rata = =

Perhitungan Batas Berubah Warna

Kadar air tanah =
Percbaan ke – 1
Kadar air tanah =

                        =

                        = 35,195 %
Percobaan ke – 2
Kadar air tanah =

                        =

                        = 34,686 %
Rata – rata = =

B.     Pembahasan

b.1
Johanes maupun Atterberg juga mengerjakan percobaan tentang kohesi. Tanah yang plastik ( yang dapat melumpur ) dibasahi, dibuat briket, dikeringkan. Kohesi briket tersebut diuji pada pelbagaitahap kekeringan, berupa liku A dan B. Kohesi meningkat bila kadar lenggas merosot. Karena selanjutnya lenggas makin tipis, maka tegangan makin meningkat sampai dengan tingkat patah. Kohesi yang makin meningkat setelah titik patah, bukan karena selaput lengas, melainkan karena kohesi molekuler tanah itu. Kedua titik patah liku A dan B merupakan batas awal udara masuk ke pori, menyebabkan warna  berubah dari gelap ke terangdan mengerut. Disebut berturut-turut batas berubah warna ( BBW ) dan derajat kerut ( DK ) tanah itu. ( Baver,1959).
ATTERBERG, CASAGRANDE, PUCHNER ( Baver, loc.cit. ) maupun MOHR ( THORENAR, 1949 ; WIRJODIHARJO, II, 1953, diubah ) menguji dan menetapkan “tetapan konsistensi tanah” berturut – turut yaitu Batas Cair ( BC ), Batas Gulung ( BG ), Batas Lekat ( BL ), Batas Berubah Warna ( BBW ), Derajat Kerut ( DK ), Derajat Berat ( DB ), Batas Pecah ( BPc ), Batas Patah ( BPt ) dan nilai kisaran antara dua batas tertentu, yaitu indeks plastisitas (IP ) = BC – BG ; Jangka Olah ( JO ) = BL – BG ; Surplus ( S ) = BL – BC ; persediaan air maksimum atau tertinggi ( PAM, PAT ) = BC – BBW. BC, BL, BG, BBW disebut “Tetapan Angka Atterberg”
 ( Notohadipoero, 1986 ).
Batas-batas Atterberg / batas-batas konsistensi adalah persen berat kadar lengastanah yang menandai terjadinya perubahan konsistensi secara nyata dan ditokrifkan jelas. Nilai-nilai ini terutama digunakan dalam pekerjaan rekayasa teknik, maupun secaraterbatas juga digunakan dalam bidang pertanian (Euroconsult, 1989).

DEFINISI ANGKA – ANGKA  ATTERBERG

1.     Batas Cair (BC) ialah kadar lengas yang menyebabkan tanah tepat dapat menggelincir dibawah pengaruh standar getaran atau ketukan tertentu, disebut pula batas allir atau batas plastisitas tanah tertinggi. Sedangkan pengertian lain adalah jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah. Kalau air lebih banyak tanah bersamaan air akan mengalir. Dalam hal ini tanah diaduk dulu dengan air sehingga tanah bukan dalam keadaan alami. Hal ini berbeda dengan istilah kapasitas lapang ( field capacity ) yang menunjukan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah dalam keadaan alami atau undisturbed ( Hardjowigeno, 2010 ).







Berdasrkan praktikum yang dilakukan, dapat diperoleh hasil :
Ulangan
Ketukann ke-
Botol timbang kosong ( a gram )
a + Contoh tanah ( b gram )
b ( setelah dioven ) ( c gram )
KA %
Ka 1
< 25 = 22
22,4943
27,3035
25,2483
74,626 %
2
(10-25)=25
23,3607
28,5171
26,2847
75,88 %






Ka 3
>25 = 26
24,2684
30,1529
27,6258
75,478 %
4
( 10-25 ) = 28
22,3267
26,6471
24,7929
75,184 %







Pada saat dilakukan percobaan pertama yaitu dengan ketukan dibawah 25 , kami berhasil mengamati pasta tanah yang telah diratakan di Casagrande dan telah di beri lubang garis lurus sedalam 1 cm merapat pada ketukan ke – 22. Artinya bahwa pada saat ketukan ke – 22 tanah yang kami amati yaitu vertisol telah mencapai batas cair dengan dicirikanya kemampuan menahan air tanah. Tanah vertisol mempunyai nilai batas cair 53,89, sesuai dengan harkat nilai batas cair maka 53,89 berada daiantara 46 – 70 dan mempunyai arti memiliki kandungan nilai BC TINGGI.

2.    Batas Lekat (BL) tanah yang tidak plastik, misal pasir berkadar lengas lebih kecil dari Bcnya. Sebaliknya pada tanah yang plastik misal lempung, akibatnya tanah pasiran bersurplus ( S ) = BL – BC = positif, artinya mudah diterusi air. Pada tanah yang plastik, S = negatif, sukar diterusi air. Tapal tanah yang kadar lengasnya diupkan tahap demi tahap, bila ditusuk tepat tidak melekati si alat, dikatakan tanah itu telah mencapai BL-nya. JO = BL – BG, bagi tanah pasiran nilainya > JO tanah lempungan. Artinya tanah lempungan lebih sukar bila dicangkul atau dibajak ( WIRJODIHARJO, loc.cit, diubah ).
Sedangkan menurut pengertian lain batas lekat adalah kadar air di mana tanah mulai tidak dapat melekat pada benda lain. Bila kadar air lebih rendah dari batas melekat, maka tanah tidak dapat melekat , tetapi bila kadar air lebih tinggi dari batas melekat, maka tanah takkan mudah melekat pada benda lain. Karena itu pada kadar air lebih tinggi dar batas melekat tanah sukar diolah. Bila tanah yang telah mencapai batas mengalir atau batas melekat tersebut dapat membentuk gulungan atau pita yang tidak mudah patah bila digolek-golekan lagi maka dikatakan bahwa tanah itu plastis. Bila tanah tidak dapat dibentuk pita atau gulungan ( selalu patah ) maka tanah itu disebut tidak plastis ( Hardjowigeno, 2010 ).
Berdasrkan praktikum yang dilakukan, dapat diperoleh hasil :
Ulangan
Botol timbang kosong (a)
a + contoh tanah ( b gram )
b ( setelah dioven )
1
22,4727
29,8331
27,1471




2
22,4278
29,1437
26,7013

Pada saat dilakukan percobaan , diperoleh kadar air  batas lekatnya adalah :
Percbaan ke – 1
Kadar air tanah =

                        =

                        = 57,461 %
Percobaan ke – 2
Kadar air tanah =

                        =

                        = 57,152 %
Rata – rata = =

Jenis tanah Vertisol mempunyai Batas Lekat tanah 57,3065.
3.    Batas Gulung (BG) ialah kadar lengas yang memungkinkan tanah dapat digulung-gulungkan menjadi batang kecil berukuran ½ mm serta yang mulai retak-retak dan pecah ; disebut pula batas plastisitas terendah . tidak semua tanah mempunyai BG ; pasir misalnya tak dapat digulung-gulungkan. Sebaliknya pada lempung. IP = BC – BG. Pasir tidak ber -  IP karena tidak ber – BG. Plastisitas itu harus didukung oleh ketersediaan zarrah lempung yang berlempeng – lempeng ( Baver, 1959 ).
Sedangkan pengertian BG yang lain adalah kadar air dimana gulungan tanah mulai tidak dapat digolek – golekan lagi. Kalau digolekan lagi tanah akan pecah – pecah ke segala jurusan pada. Pada kadar air tanah lebih kecil dari batas menggolek tanah sukar diolah
 ( Hardjowigeno, 2010 ).
Berdasrkan praktikum yang dilakukan, dapat diperoleh hasil :
Ulangan
Botol timbang kosong (a)
a + contoh tanah ( b gram )
b ( setelah dioven )
1
28,0291
28,4119
28,2843




2
23,4610
23,5628
23,5283







Pada saat dilakukan percobaan, diperoleh kadar air batas gulungnya adalah :
Percbaan ke – 1
Kadar air tanah =

                        =

                        = 50 %
Percobaan ke – 2
Kadar air tanah =

                        =

                        = 51,263 %
Rata – rata = =
Jenis tanah Vertisol mempunyai Batas Gulung 50,6315.
4.    Batas Berubah Warna (BBW) adalah tanah yang telah mencapai batas menggolek/gulung, masih dapat terus kehilangan air, sehingga tanah lambat laun menjadi kering dan pada suatu ketika tanah menjadi berwarna lebih terang. Titik ini dinamakan titik batas ganti warna atau titk ubah. Batas ganti warna merupakan batas terndah kadar air yang dapat diserap tanaman. Batas mengalir ( cair ) sebaliknya merupakan batas kadar air tertinggi yang bermanfaat bagi tanaman. Perbedaan kadar air pada batas mengalir dengan kadar air pada batas ganti warna merupakan jumlah air yang tersedia bagi tanaman. Penentuan air tersedia dengan cara ini sekarang jarang digunakan lagi. Hal ini karena semua penetuan dilakukan pada tanah dalam keadaan yang tidak alami lagi ( tanah diaduk terlebih dahulu dengan air sampai menjadi pasta ), sehingga mekanisme penyerpan air dalam tanah berbeda dengan keadaan almi dimana banyaknya dan ukuran pori tanah memegang peranan penting. Penentuan jumlah air tersedia yang dianggap lebih baik adalah dengan menghitung perbedaan kadar air pada tegangan 1/3 bar ( kapasitas lapang ) dengan kadar air pada 15 bar ( titik layu permanen ) ( Hardjowigeno, 2010 ).
Berdasrkan praktikum yang dilakukan, dapat diperoleh hasil :
Ulangan
Botol timbang kosong (a)
a + contoh tanah ( b gram )
b ( setelah dioven )
1
22,1699
25,0497
24,30




2
22,4800
25,6182
24,81




Pada saat dilakukan percobaan, diperoleh kadar air batas berubah warnya adalah adalah :
Percbaan ke – 1
Kadar air tanah =

                        =

                        = 35,195 %
Percobaan ke – 2
Kadar air tanah =

                        =

                        = 34,686 %
Rata – rata = =
Jenis tanah Vertisol mempunyai Batas Berubah Warna 34,9155. Ini artinya angka tersebut pada kisaran 31 – 45 yang mempunyai harkat sangat tinggi sesuai dengan nilai harkat Batas Berubah Warna.

Harka Angka Atterberg :
Harkat
Batas Mengalir
Indeks Plastisitas
Jangka Olah


( % kadar air )

Sangat rendah
< 20
0 – 5
1 – 3
Rendah
20 – 30
6 – 10
4 – 8
Sedang
31 – 45
11 – 17
9 – 15
Tinggi
46 – 70
18 – 30
16 – 25
Sangat tinggi
71 – 100
31 – 43
26 – 40
Eksrim tinggi
>100
>43
>40

( Hardjowigeno, 2010 )












BAB IV
KESIMPULAN

Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan :
1. Tanah Vertisol mempunyai nilai Batas Cair ( BC ) 53,89.
2. Tanah Vertisol mempunyai nilai Batas Lekat ( BL ) 57,3065.
3. Tanah Vertisol mempunyai nilai Batas Gulung ( BG ) 50,26315.
4. Tanah Vertisol mempunyai nilai Batas Berubah Warna 34,9135.


















                                                     



DAFTAR PUSTAKA
Baver, L.D. 1959. Soil Physics. John Wiley and Sons, inc : New York
Euroconsult. 1989. Agriculture Comperdium (Third Revised Edition). Elsever : Amstredam
Hardjowigeno, Sarwono. 2010. Ilmu Tanah. Akademika Presindo : Jakarta
Notohadiprawiro, T. 1986. Pengantar Ilmu Tanah . Departemen Ilmu Tanah, Fakultas          Pertanian. Universitas gadjah mada : Yogyakarta





Tidak ada komentar:

Posting Komentar